Sabtu, 18 Februari 2012

HepatoCelularCarcinoma (HCC), Kanker Hati

INSIDENS
Di Eropa Utara, Inggris dan Amerika, tumor ganas ini relatif jarang ditemukan, berkisar 1-2 per 100.000 penduduk. Insidens tertinggi di benua Afrika, terutama diselatan gurun Sahara. Insidensnya mencapai 98 kasus per 100.000 penduduk. Negara asia tenggara khususnya Cina, Korea dan Jepang juga memiliki insidens cukup tinggi, mencapai lebih dari 20 kasus per 100.000 penduduk.
Rerata usia tersering dinegara barat pada usia 55-65 tahun, India 35-40 tahun dan di Mozambique 25-30 tahun, lebih sering pada pria dibanding wanita dengan insidens 4:1 dan mencapai 8:1 pada daerah insidens tinggi.
ETIOLOGI
Hepatoseluler karsinoma hampir selalu disertai dengan penyakit hati kronis, terutama infeksi hepatitis B dan C. Ada hubungan kausal yang erat antara sirosis hati dan infeksi virus hepatitis B maupun C dengan terjadinya karsinoma hepatoseluler. Infeksi akut virus hepatitis B maupun C dapat menjadi kronik dan berkembang menjadi sirosis. Hepatitis kronik dan sirosis merupakan faktor onkogenik bagi sel hati sehingga berubah menjadi ganas. Sirosis oleh karena alkohol merupakan penyebab tersering di Amerika Serikat dan Eropa barat. Dalam studi eksperimen disebutkan aflatoksin (Mycotoxin) merupakan bahan karsinogenik yang poten. Makanan yang banyak mengandung aflatoksin adalah oncom yang diproduksi oleh jamur Aspergillus flavus dan Aspergillus fumigatus. Semua kacang-kacangan dan biji-bijian berikut produknya seperti kacang kedele, beras, gandum, jagung dan jamu tradisional mudah ditumbuhi jamur ini terutama bila lembab.
Karsinoma ini juga dilaporkan berhubungan dengan beberapa kelainan metabolik seperti Hemokromatosis, Wilson`s disease, Tirosinemia herediter, Glikogen Storage Disease tipe 1, Familial Polyposis kolon, Defisiensi alpha 1 antitrypsin dan Sindrom Bucc-Chiari. Bahan kimia seperti nitrit, hidrokarbon dan polyklorin juga merupakan karsinogenik hepar.
PATOLOGI
90% keganasan pada hepar terdiri atas karsinoma hepatoseluler, 5% atas kolangiokarsinoma dan sisanya terdiri atas karsinoma lain yakni gabungan hepatoseluler-kolangiokarsinoma dan non diferensiasi. Gambaran makroskopis karsinoma hepatoseluler dibagi menjadi 3 macam, yaitu bentuk massif unifokalnoduler multifokal dan bentukdifus dengan pertumbuhan infiltratif.
Jenis noduler multifokal paling sering ditemukan. Bentuk ini menunjukkan gambaran dungkul berwarna keruh kekuningan dan tersebar di hepar dan biasanya terdapat satu nodul yang lebih besar dari yang lain. Bentuk massif unifokal berupa tumor berukuran besar menempati salah satu lobus. Bentuk difus jarang ditemukan dan amat sulit dibedakan dengan gambaran sirosis. Gambaran mikroskopik kebanyakan berbentuk trabekuler atau sinusoid. Bentuk lain seperti pseudoglanduler atau asiner jarang ditemukan. Bentuk fibrolamelar biasanya ditemukan pada penderita muda.
Tumor menyebar melalui 4 jalur, yakni:
  1. Pertumbuhan sentrifugal, yang mengindikasikan ekspansi nodul yang akan menekan jaringan hepar sekitar tumor.
  2. Perluasan parasinusoidal, yang menunjukkan invasi tumor ke parenkim sekitar, baik ke ruang parasinusoid atau ke sinusoid sendiri.
  3. Penyebaran melalui vena atau cabang kecil sistem portal secara retrograde ke cabang yang lebih besar dan akhirnya ke vena porta. .
  4. Metastasis jauh, sebagai hasil invasi melalui saluran limfatik dan sistem vaskuler.
Predileksi metastasis tersering adalah pada pulmo, limfonodus, organ – organ intraperitoneal, peritoneum, kelenjar adrenal, tulang dan otak.
GEJALA KLINIK
Pasien hepatoseluler karsinoma stadium awal biasanya hanya mempunyai sedikit keluhan. Dengan bertambah besarnya tumor maka kemudian timbul gejala lain. Umumnya penderita datang dalam keadaan penyakit sudah lanjut. 6
Keluhan yang timbul dapat berupa:
-          Rasa tidak nyaman-nyeri yang sifatnya tumpul namun persisten sekitar perut atas, tembus kebelakang bahkan dapat menjalar ke bahu. Nyeri meningkat bila penderita bernapas dalam karena rangsangan peritoneum pada permukaan benjolan
  • -          Massa pada perut kanan atas
  • -          Rasa lelah
  • -          Anoreksia
  • -          Kehilangan berat badan secara cepat
  • -          Ascites (50-75% pasien)
  • -          Gejala hipertensi portal
  • -          Ikterus (20-58% pasien)

Pada pemeriksaan fisik umumnya ditemukan pembesaran hepar yang berbenjol, keras dan kadang nyeri tekan. Karena karsinoma ini kebanyakan berhubungan dengan sirosis maka sering pada penderita ini didapatkan pula tanda sirosis misal caput medusae, spider nevi, splenomegali, eritema palmaris dan ginekomasti.
Auskultasi diatas benjolan kadang menemukan suara bising aliran darah (bruit) karena hipervaskularisasi tumor. Gejala ini menunjukan fase tumor sudah lanjut.
Nyeri perut, kehilangan berat badan serta massa pada perut merupakan tanda yang paling sering ditemukan. Pada lebih dari separuh pasien anak, tanda awal adalah tumor abdomen.
Adanya nyeri mendadak, hemoperitoneum dan/atau syok tanpa adanya riwayat trauma mengindikasikan ruptur tumor. 3-5% pasien datang dengan tanda-tanda peritonitis oleh karena tumor ruptur secara spontan.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
LABORATORIUM
Pemeriksaan laboratorium akan menunjukkan gangguan tes fungsi hepar berupa peningkatan bilirubin serum, alkali fosfatase dan gamma glutamyltranspeptidase. SGOT dan SGOT bahkan meningkat 2-3 kali di atas normal. Rata-rata pasien datang dengan anemia. Jika terdapat nekrosis tumor dan demam, leukosit akan mengalami peningkatan.
Alfa fetoprotein (AFP) dan Protein Induced  by Absence of Vitamin K or by  antagonist II (PIVKA-II) merupakan tumor marker spesifik untuk hepatoseluler karsinoma.
AFP merupakan protein yang diproduksi hepar, memiliki berat molekul 65.000 dengan susunan asam amino yang mirip dengan albumin. Protein ini dulunya berperan penting dalam pengaturan tekanan koloid osmotik janin dan sebagai pengikat estrogen. Protein ini normal ada pada fetus namun menghilang beberapa minggu setelah lahir. Pada orang dewasa normal, kadar AFP normalnya kurang dari 10-20 ng/ml. Pasien dengan hepatoseluler karsinoma berukuran kecil biasanya hanya mengalami sedikit ataupun tidak ada peningkatan kadar AFP. Peningkatan kadar lebih 400 ng/ml biasanya ditemukan pada tumor-tumor yang besar atau tumor yang pesat pertumbuhannya dan kadar yang besarnya lebih dari 3000 ng/ml hampir selalu dapat memastikan diagnosis tumor ini. Kenaikan kadar AFP yang ringan ditemukan pada penderita sirosis tanpa keganasan. Peningkatan sementara AFP juga ditemukan pada pasien dengan penyakit hepar atau sirosis. Pengukuran kadar AFP digunakan dalam memonitor rekurensi tumor sebab kadarnya seharusnya menurun setelah reseksi tumor. Studi terakhir juga menunjukkan adanya korelasi antara peningkatan kadar AFP, stadium tumor dan prognosis. Pada orang dewasa, kadar AFP yang tinggi (> 500 ng/ml) juga dapat ditemukan pada keadaan:
  • -               Germ cell tumor (Ca testis dan ovarium)
  • -               Karsinoma yang metastasis pada hepar
  • -               Wanita hamil terutama dengan janin yang memiliki kelainan defek saluran neural

Sensitifitas AFP untuk karsinoma hepatoseluler adalah berkisar 60%, kepustakaan lain menyebut angka 65-75%. Sensitifitas PIVKA-II berkisar 55-62%. Pengukuran kadar AFP dan PIVKA-II saling melengkapi satu sama lain dalam menegakkan diagnosis hepatoseluler karsinoma.
Tumor marker lain yang sedang diselidiki kaitannya dengan tumor ini adalah des-gamma-carboxyprothrombin (DCP) yang merupakan varian enzim gamma-glutamyltransferase dan varian enzim lainnya, misal alpha-L-fucosidase.
RADIOLOGI
ULTRASONOGRAFI
USG merupakan pemeriksaan penunjang diagnosis yang tidak mahal, non invasif dan paling sering digunakan. Lewat USG, tumor  tampak hipoekoik dan kapsula fibrosa menghasilkan acoustic shadow. Pada seorang yang ahli, USG sangat akurat, lesi yang berukuran kurang dari 1 cm dapat terdeteksi. USG juga sangat berguna dalam menentukan stadium tumor khususnya dalam menentukan keterlibatan tumor dengan struktur vaskuler. Kemampuan USG dalam menampakkan tumor dalam berbagai arah sesuai penempatan transducer membuat alat ini mampu melokalisir tumor dengan akurat khususnya dalam hubungan tumor dengan pembuluh darah. USG memiliki sensitifitas dan spesifitas sebanding dengan CT Scan dalam mendeteksi lesi kecil namun lebih unggul dalam skrining pada daerah insidens tinggi.
CT SCAN
CT scan dapat menentukan ukuran tumor, perluasan tumor dan mampu mendeteksi tumor berukuran kecil. Ia memiliki sensitifitas dan spesifisitas yang tinggi, non-operator dependen dan merupakan pemeriksaan penunjang pilihan dalam mendeteksi karsinoma hepatoseluler.
MRI
MRI memiliki sensitivitas tinggi dan juga dapat menampilkan hubungan tumor dan pembuluh darah besar. MRI sangat berguna dalam membedakan karsinoma hepatoseluler dengan tumor lain bahkan pada pasien dengan sirosis hepatis, misalnya haemangioma dan nodul regenerative.

ANGIOGRAFI

Angiografi dulunya merupakan metode paling akurat dalam mendiagnosis hepatoseluler karsinoma namun saat ini perannya sudah terganti oleh pemeriksaan penunjang non invasif. Saat ini angiografi sering dikombinasi dengan CT Scan atau sebagai penunjang  dalam transcatheter arterial embolisation (TACE).
GRADING Ca. HCC American Joint Commite on Cancer (AJCC) 1998:
Tumor primer (T):
Tx Tumor primer tidak dapat dinilai
T0 Tidak ada bukti adanya tumor
T1 Tumor soliter ≤ 2 cm tanpa invasi vaskuler
T2 Tumor tunggal ≤ 2 cm dengan invasi vaskuler; atau tumor multiple ≤ 2 cm, terbatas pada satu  lobus tanpa invasi vaskuler; atau tumor tunggal >2 cm, tanpa invasi vaskuler
T3 Tumor tunggal >2 cm dengan invasi vaskuler; atau tumor multiple > 2 cm, terbatas pada satu  lobus dengan/tanpa invasi vaskuler
T4 Tumor multiple pada lebih dari satu lobus; atau tumor pada cabang besar vena porta/hepatica
Limfonodus regional (N)
Nx     Limfonodus regional tidak dapat dinilai
N0     Tidak ada metastasis pada limfonodus regional
N1     Metastasis limfonodus regional
Metastasis jauh (M)
Mx    Adanya metastasis jauh tidak dapat dinilai
M0    Tidak ada metastasis jauh
M1    Ditemukan metastasis jauh

Stadium I        T1 N0 M0
Pengelompokan stadium:
Stadium II       T2 N0 M0
Stadium IIIa    T3 N0 M0
Stadium IIIb    T1-3 N1 M0
Stadium IVa   T4 any N M0
Stadium IVb   T4 anyN M1
PENANGANAN
Penanganan Non Bedah
Transcatheter Arterial Chemoembolisation (Tae / Tace)
Teknik ini merupakan kombinasi kemoterapi intraarterial dan oklusi arteri hepatica dengan materi embolisasi dengan tujuan memperpanjang waktu kontak antara tumor dengan agen dan untuk menginduksi nekrosis massif dari tumor secara iskemik. Pertama kali diperkenalkan oleh Goldstein dan dikembangkan oleh Yamada. Agen kemoterapi dapat diinfus ke hepar sebelum atau sesudah hepar diembolisasi dengan bubuk busa gelatin. Penggunaan CO2 microbubble-angiosonography dapat membantu melokalisir vaskuler tumor. TACE tidak diindikasikan pada pasien dengan kadar total bilirubin melebihi 3 mg/dl. Jika kadar bilirubin total melebihi 2 mg/dl, area hepar yang akan diembolisasi tidak boleh melebihi 1-2 level Couinaud. Komplikasi post TACE atau yang lebih dikenal sebagai Post Embolisation Syndrome dapat berupa nyeri perut (59%), demam (47%), ulkus gaster-duodenum, pankreatitis dan kolesistitis. Hal ini dapat diatasi dengan dipyrone atau hidrokortison.
Kemoembolisasi pada karsinoma hepatoseluler
PERCUTANEOUS ETHANOL INJECTION (PEI / PEIT)
Prinsip PEI adalah dengan efek degeneratif protein dan efek trombotik dapat menginduksi nekrosis tumor. Metode ini pertama kali diperkenalkan oleh Shinigawa pada tahun 1985. Dengan anestesi lokal pada kulit dinding abdomen dan kapsul hepar, jarum Chiba ukuran 22 dimasukkan perkutaneus ke tumor dibawah bimbingan USG. Alkohol absolute (99,5%) diinjeksi perlahan. Kontraindikasi penggunaannya adalah bila pasien tidak kooperatif dan adanya kelainan pembekuan darah.
PENANGANAN BEDAH
Terapi definitive bagi HCC yang resektabel adalah operasi. Bila tumor resektabel, penentuan seberapa besar hepar dapat direseksi bergantung lokasi, ukuran tumor, jumlah nodul, kedekatan tumor dengan struktur pembuluh darah dan keparahan penyakit hepar penyerta. Ahli bedah berpendapat batas 1 cm diluar tumor sudah cukup adekuat. Beberapa tipe reseksi untuk tumor ini adalah reseksi baji, segmentektomi, lobektomi dan trisegmentektomi. Kriteria tumor unresektabel adalah:
  • -         Adanya kelainan ekstrahepatik
  • -         Adanya disfungsi hepar
  • -         Ekstensi tumor → hanya sedikit hepar yang dapat disisakan setelah reseksi
  • -         Terbukti adanya metastasis/ekstensi ekstrahepatik
  • -         Tumor melibatkan vena hepatica-vena porta.
  • -         Pada pasien dengan sirosis hepatis, reseksi akan mempengaruhi survival karena:
  • -         regenerasi sisa hepar tidak adekuat pada pasien dengan sirosis hepatic
  • -         rekurensi tumor pada sisa hepar
  • -         kelainan pembekuan darah yang abnormal
  • -         reservasi hepar yang jelek
  • Komplikasi post reseksi adalah:
  • -         Komplikasi metabolik seperti hipoglikemia, hipoalbuminemia, koagulopati dan hiperbilirubinemia
  • -         Perdarahan
  • -         Sepsis
  • -         Ulkus peptik

TRANSPLANTASI HEPAR
Penanganan HCC dengan cara transplantasi telah diperdebatkan oleh karena kemampuan viabilitas organ donor dan rekurensinya setelah ransplantasi yang diduga akibat sel-sel tumor yang bersirkulasi yang kemudian merusak donor. Pasien sebelum transplantasi harus menjalani pemeriksaan lengkap khususnya CT Scan dan USG abdomen untuk mengeksklude metastasis atau adanya limfonodus yang terkena. Gugenheim dkk melaporkan rerata rekurensi post transplantasi hepar pada tumor ukuran diameter < 5cm dan jumlah tumor ≤ 3 nodul 11,1% namun ukuran diameter > 5cm dan jumlah tumor ≥ 3 nodul mencapai 100%.
KEMOTERAPI
Kemoterapi sistemik baik tunggal maupun kombinasi hanya memiliki sedikit efek terapi. Kemoterapi sistemik yang pertama digunakan adalah fluorouracil yang berespon 0-10% dan median survival 3-5 bln. Fluorouracil ini kemudian dikombinasi dengan asam folat dosis tinggi namun tetap tidak mempengaruhi hasil terapi. Respon lebih baik dengan penggunaan Epirubicin dan Cisplatin. Obat kemoterapi yang diyakini paling aktif  adalah doxorubicin dengan rerata respons 19%. (3-32%). Indikasi pemberian kemoterapi untuk tumor ini adalah:
  • -         Adanya kelainan ekstrahepatik
  • -         Tidak dapat dilakukan penanganan lain
  • -         Adanya trombosis vena porta
  • -         Status performans yang baik (Karnoffsky 70 ke atas)
  • -         Fungsi hepar yang baik

Saat ini beragam kemoterapi regional diuji terutama melalui infus intra arteri hepatika setelah sebelumnya dilakukan laparotomy atau angiography. Agen dapat diberi sekali, infus kontinu lewat syringe pump atau dengan kateter port untuk injeksi jangka panjang. Alasan pemberian intraarteri adalah:
  • -         Suplai darah untuk karsinoma hepatoseluler melalui arteri hepatika sehingga  konsentrasi tinggi obat langsung ke tumor
  • -         Toksisitas sistemik yang lebih rendah
  • -         Obat-obat ini dimetabolisme di hepar

KRIOTERAPI
Terapi ini berupa pembekuan tumor pada batas 1 cm dari jaringan hepar yang sehat dengan menggunakan nitrogen cair yang diinjeksi melalui cryopobe vakum dibawah bimbingan USG atau selama laparoskopi atau laparotomi. Hanya ada data terbatas dalam penggunaannya. Zhou dan Tang dkk melaporkan 37,9 % 5 year survival rate pada 191 pasien dan 53,1% pada 56 pasien dengan tumor lebih kecil dari 5 cm. Terapi lanjut dengan ablasi alkohol setelah krioterapi dapat digunakan dalam penanganan sisa tumor dan mengontrol rekurensi. Komplikasi lanjut adalah kerusakan struktur berdekatan, terutama vena porta dan vena hepatica, paru serta dapat terjadi gagal hepar.
TERAPI IMUN
Agen imunologi secara teori berguna dalam penanganan tumor ini. Interferon yang diketahui memegang peranan dalam reproduksi virus misal hepatitis B/C dan aktifitas sel-sel lymphokine activated killer (LAK) berkurang pada pasien dengan tumor ini. Saat ini, imunoterapi dilaporkan belum menunjukkan dampak signifikan pada survival dan beberapa komplikasi berat telah dilaporkan. Agen yang telah dipelajari adalah interferon-(IFN- ) dan dikombinasi dengan doxorubicin atau fluorouracil.
TERAPI HORMONAL
Terapi sistemik lain adalah dengan manipulasi endokrin. Penelitian dengan terapi hormonal misal dengan antiestrogen dan antiandrogen dilaporkan terus menunjukkan hasil menjanjikan. Saat ini terapi hormonal yang paling sering digunakan adalah tamoxifen. Terapi hormonal dilakukan berdasarkan penyelidikan:
-   Jaringan tumor mengandung reseptor estrogen dan androgen
-   Predominansi tumor pada pria
-   Kesuksesan dengan terapi hormonal pada tumor lain  
RADIOTERAPI
Radioterapi eksternal memiliki keterbatasan dalam penanganan HCC. Dosis aman untuk hepar mendekati 30 Gy. Radioterapi dapat berguna dari segi paliatif dan untuk menghilangkan gejala. Sebagai alternatif lain, sejumlah radiasi lokal dapat diberi dengan memberi infus Lipiodol intraarteri atau dengan antibodi antiferritin yang diperkuat dengan yodium radioaktif.
TERAPI LAINNYA
Pilihan terapi lain adalah terapi gen, termoterapi, intra-arterial radiotherapy dan yttrium-90 Proton therapy. Retinoic acid, flavinoid quercitin, octreotide dan herbal medicine Inchin-ko-to juga dilaporkan memiliki efek pada tumor.
PROGNOSIS
Prognosis tumor ini adalah buruk karena sifat tumor yang sangat ganas dan kebanyakan pasien datang dengan stadium lanjut sewaktu diagnosis ditetapkan. Prognosis yang lebih disukai yakni jika pasien usia muda, jenis kelamin wanita, kadar AFP rendah, stadium awal, tidak disertai sirosis, diameter tumor lebih kecil dari 5 cm, tindakan dan jika tumor soliter.
Mortalitas intraoperatif saat ini dilaporkan kurang dari 5% bahkan di Hongkong dilaporkan 0%. Pada pasien non sirosis, hepatektomi parsial dihubungkan dengan 5 year survival 30% dan bahkan pernah dilaporkan mencapai 68%. Pada pasien sirosis, 5 year survival mendekati 25-30% bahkan ada peneliti yang melaporkan 0%. Rekurensi tumor post reseksi dilaporkan bervariasi antara 20-70% dalam 2 tahun dan mendekati 83% dalam 5 tahun. Rekurensi tumor amat ditentukan oleh ukuran, jumlah dan batas positif reseksi tumor. Resiko rekurensi tumor besar (>5 cm) dilaporkan hampir dua kali dari tumor kecil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar